Selasa, 30 Juni 2015

Titrasi Pengendapan


TUGAS INDIVIDU
Kimia Analisa Farmasi
“Titrasi Pengendapan”




OLEH :
                     NAMA      :      ANDI RASDIYANAH
                     NIM         :      70100112059
                     KELAS      :      FARMASI B

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2013




KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Pertama-tama penulis panjatkan puji dan rasa syukur kepada Allah SWT yang dengan limpahan kasih sayang serta rahmat-Nya lah sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Titrasi Pengendapan” ini dengan semaksimal mungkin.
Makalah ini berisi pokok-pokok atau garis besar materi dalam perkuliahan mata kuliah “Kimia Analisis Farmasi” yaitu “Titrasi Pengendapan” dimana mencakup Argentometri, Merkurimetri, Indikator Titrasi Pengendapan, Kurva Titrasi dan Pemahaman Metode Mohr, Fajans, Volkhard, Leibig, Deniges, Koltohff. Memuat tentang pengertian dari masing-masing pokok bahasan di atas dengan penjelasan singkat.
Ucapan terimakasih penulis haturkan kepada dosen kimia analisis farmasi. Beliau yang telah memberikan arahan-arahannya serta pembibingannya kepada penulis dan teman-teman dalam perkuliahan untuk memahami materi ini lebih dalam lagi. Seperti kata pepatah tak ada gading yang tak retak, maka begitu pula dengan makalah ini masih begitu jauh dari kesempurnaan, maka dari itu, penulis sangat mengharapkan adanya kritikan sehingga makalh selanjutnya dapat dimaksimalkan lagi.
Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh…

                                                                                                Makassar, 12 April 2013



Penulis




TITRASI PENGENDAPAN

A.  ARGENTOMETRI
         Argentometri adalah suatu proses titrasi yang menggunakan garam argentum nitrat (AgNO3) sebagai larutan standard. Dalam titrasi argentometri, larutan AgNO3 digunakan untuk menetapkan garam-garam halogen dan sianida karena kedua jenis garam ini dengan ion Ag+ dari garam standard AgNO3 dapat memebentuk suatu endapan atau suatu senyawa kompleks sesuai dengan persamaan reaksi berikut ini :
               NaX   +  Ag+      Û      AgX   +   Na+     ( X = halida )
               KCN   +  Ag+      Û      AgCN   +   K+
               KCN   +  AgCN      Û      K{Ag(CN)2}        
         Argentometri termasuk salah satu cara analisis kuantitatif dengan sistem pengendapan. Cara analisis ini biasanya dipergunakan untuk menentukan ion-ion halogen, ion perak, ion tiosianat serta ion-ion lainnya yang dapat diendapkan oleh larutan standardnya.
Tujuan dari percobaan argentometri adalah untuk menentukan konsentrasi suatu sampel dengan cara titrasi pengendapan metode argentometri berdasarkan cara Mohr, Fajans dan volhard. Namun pada praktikum yg saya lakukan baru pada uji argentometri berdasarkan mohr. Percobaan ini berdasarkan pada reaksi pengendapan zatyang cepat mencapai kesetimbangan pada setiap penambahan titran.
         Titrasi argentometri terbagi menjadi beberapa metode penetapan disesuaikan dengan indikator yang diperlukan dalam penetapan kadar yaitu :
1.    Metode Mohr
         Atau nama lainnya metode dengan pembentukan endapan berwarna. Dalam cara ini, ke dalam larutan yang dititrasi ditambahkan sedikit larutan kalium kromat (K2CrO4) sebagai indikator. Pada akhir titrasi, ion kromat akan bereaksi dengan kelebihan ion perak membentuk endapan berwarna merah dari perak kromat, dengan reaksi :
CrO42-    +    2Ag+        Û      Ag2CrO4
         Konsentrasi ion klorida dalam suatu larutan dapat ditentukan dengan cara titrasi dengan larutan standart perak nitrat. Endapan putih perak klorida akan terbentuk selama proses titrasi berlangsung dan digunakan indicator larutan kalium kromat encer. Setelah semua ion klorida mengendap maka kelebihan ion Ag+ pada saat titik akhir titrasi dicapai akan bereaksi dengan indicator membentuk endapan coklat kemerahan Ag2CrO4 (lihat gambar). Prosedur ini disebut sebagai titrasi argentometri dengan metode Mohr.

Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
Ag+(aq) + Cl-(aq) -> AgCl(s) (endapan putih)
Ag+(aq) + CrO42-(aq) -> Ag2CrO4(s) (coklat kemerahan)

2.   Metode Volhard
Atau nama lainnya metode dengan cara pembentukan ion kompleks berwarna. Dalam cara ini, larutan standard perak nitrat ditambahkan secara berlebih ke dalam larutan analit, kemudian kelebihan ion perak dititrasi dengan larutan standard amonium atau kalium tiosianat dengan menambahkan  ion feri (Fe3+) sebagai indikator. Pada akhir titrasi, ion feri akan bereaksi dengan kelebihan ion tiosianat memebentuk ion kompleks {Fe(SCN)6}3- yang berwarna coklat.
X    +    Ag+               Û      AgX   +   Ag+ sisa
Ag+ sisa   +    SCN-      Û      AgSCN
Fe3+    +    6 SCN-      Û     {Fe(SCN)6}3-
3.   Metode Fajans
Atau nama lainnya metode dengan menggunakan indikator adsorpsi (metode Fajans). Titik akhit titrasi dalam titrasi dengan cara ini ditandai dengan berubahnya warna endapan AgX sebagai akibat dari adanya adsorpsi endapan AgX terhadap pereaksi pewarna yang ditambahkan. Indikator yang sering digunakan adalah fluorescein dan eosin.
Indikator adsorbsi merupakan pewarna, seperti diklorofluorescein yang berada dalam keadaan bermuatan negative dalam larutan titrasi akan teradsorbsi sebagai counter ion pada permukaan endapan yang bermuatan positif. Dengan terserapnya ini maka warna indicator akan berubah dimana warna diklorofluorescein menjadi berwarna merah muda.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjWO5ku-PYjOx8HBdGsBOWtJX-yS55y4bm4-QqaKOr2-k2XCruGi2v42GHdG6ZhzvdxS5xdB5FYrJ5owVE0MKTtzMVHTxlNQfDFq2DIOgN2MXJG4k5ouTV95pPGwN8hl1NE80pfZUpPz8g/s1600/argento.jpg

Beberapa reaksi pengendapan berlangsung lambat dan mengalami keadaan lewat jenuh. Tidak seperti gravimetri, titrasi pengendapan tidak dapat menunggu sampai pengendapan berlangsung sempurna. Hal yang penting juga adalah hasil kali kelarutan harus cukup kecil sehingga pengendapan bersifat kuantitatif dalam batas kesalahan eksperimen. Reaksi samping tidak boleh terjadi demikian juga kopresipitasi. Keterbatasan pemakaian cara ini disebabkan sedikit sekali indikator yang sesuai. Semua jenis reaksi diklasifikasi berdasarkan tipe indikator yang digunakan untuk melihat titik akhir.




B.  MERKURIMETRI
+ 2  Hg (berlaku untuk halida lain)
Jika ion halida dititrasi dengan merkuri nitrat, pd TE tidak ada [] karena selama titrasi terbentuk endapan Hg, namun setelah TE terjadi kenaikan [] yang segera bereaksi dengan indikator membentuk kompleks Hg-Indikator; mis. indikator nitroprusid membentuk endapan putih, indicator difenilkarbazid atau difenilkarbazon dlm asam membentuk warna ungu intensif. Diperlukan koreksi dengan titrasi blanko :
0,17 ml Hg(NO3)2 0,1 N untuk 50 ml HgCl2 0,05 N.
Volume titrasi blanko bervariasi sesuai besarnya [HgCl2]TE karena [] berlebih akan beraksi dengan Hg :
Hg  +  2 Hg.




C.  INDIKATOR TITRASI PENGENDAPAN
Titrasi merupakan analisa jenis volumetri, yang mana suatu sampel yang akan diketahui konsentrasinya direaksikan dengan suatu bahan lain yang diketahui jumlah Molaritas (M) atau Normalitas (N) zat itu dengan tepat. Bahan tersebut umumnya berupa larutan, yang komposisi dan konsentrasinya telah diketahui dengan teliti dan tepat, larutan ini dinamakan dengan larutan baku. Bila yang terkandungnya memiliki kemurnian yang tinggi, stabil, penanganannya mudah, maka disebut sebagai bahan baku primer. Larutan baku ini ditambahkan dari buret (titrant) sedikit demi sedikit ke larutan erlenmayer (titrat), sampai jumlah za-zat yang direaksikan tepat menjadi ekivalen satu sama lain.
Dalam titrasi diperlukan suatu penunjuk titik akhir yang biasa disebut dengan istilah Indikator. Indikator adalah senyawa organik (umumnya) atau anorganik yang digunakan dalam titrasi untuk menentukan dan menunjukkan titik akhir suatu titrasi. Dalam pemakaiannya, indikator ada memberikan warna pada larutan misalnya pada Kompleksometri atau juga berupa suatu endapan ini pada titrasi Argentometri.
Dalam titrasi ada pula yang tidak memerlukan indikator sebagai penunjuk titik akhir titrasi, hal ini memungkinkan karena zat asalnya yang berwarna dan memiliki perbedaan warna pada awal titrasi dengan warna akhir titrasi yang cukup kontras dan mencolok, sebagai contoh pada titrasi Permanganometri yang memiliki larutan titer yang berwarna ungu dengan warna merah muda pucat pada titik akhir titrasi. Istilah yang sering digunakan adalah Autoindikator.
Bila suatu indikator dalam suatu titrasi kita pergunakan untuk menunjukkan titik akhir titrasi, maka :
1.      Indikator harus berubah warna tepat pada saat titrant menjadi ekivalen dengan titrat agar tidak terjadi kesalahan titrasi (yakni selisih antara titik akhir dan titik ekivalen). Untuk memenuhinya maka trayek indikator harus mencakup pH larutan pada titik ekivalen, atau sangat mendekatinya.
2.     Perubahan warna harus terjadi dengan mendadak, agar tidak ada keragu-raguan tentang kapan titrasi harus dihentikan. Untuk memenuhinya maka trayek indikator harus memotong bagian yang sangat curam dari kurva titrasi.
Pembagian Indikator dalam titrasi :
1.      Indikator Asam Basa (Acid Base Indicators).
Titrasi yang menggunakan indikator ini adalah titrasi Asidimetri dan alkalimetri.
2.     Indikator Pengendapan dan Adsorpsi.
Titrasi yang menggunakan indikator ini adalah titrasi presipitimetri seperti pada Argentometri.
3.     Auto indikator.
Titrasi yang menggunakan indikator ini adalah titrasi Iodometri, Permanganometri, Iodimetri dan Bromatometri.
4.     Indikator Redoks.
Titrasi yang menggunakan indikator ini adalah titrasi Bromatometri, Serimetri, dan titrasi K2Cr2O7, Iodimetri dan Iodometri.
5.     Indikator dalam (Internal Indicator).
Titrasi yang menggunakan indikator ini adalah titrasi Nitrimetri.
6.     Indikator luar (Eksternal Indicator).
Titrasi yang menggunakan indikator ini adalah titrasi Nitrimetri.
7.     Indikator Metal (Metalochromatic Indicators).
Titrasi yang menggunakan indikator ini adalah titrasi Kompleksometri dan Kelatometri.



D.  KURVA TITRASI
Kurva Titrasi Asam Kuat dan Basa Kuat
Inilah contoh kurva titrasi yang dihasilkan ketika asam kuat (titrat) dititrasi dengan basa kuat (titran).
gambar kurva titrasi asam kuat basa kuat
Titik ekivalen titrasi adalah titik dimana titran ditambahkan tepat bereaksi dengan seluruh zat yang dititrasi tanpa adanya titran yang tersisa. Dengan kata lain, pada titik ekivalen jumlah mol titran setara dengan jumlah mol titrat menurut stoikiometri.
Pada gambar di atas, awalnya pH naik sedikit demi sedikit. Hal ini dikarenakan skala naiknya pH bersifat logaritmik, yang berarti pH 1 mempunyai keasaman 10 kali lipat daripada pH 2. Ingat bahwa log 10 adalah 1. Dengan demikian, konsentrasi ion hidronium pada pH 1 adalah 10 kali lipat konsentrasi ion hidronium pada pH 2. Kemudian naik tajam di dekat titik ekivalen. Pada titik ini, ion hidronium yang tersisa tinggal sedikit, dan hanya membutuhkan sedikit ion hidroksida untuk menaikkan pH.
Kurva Titrasi Asam Lemah dan Basa Kuat
Inilah kurva titrasi yang dihasilkan ketika asam lemah dititrasi dengan basa kuat:
kurva titrasi asam lemah basa kuat

Kurva titrasi asam lemah dan basa kuat di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.     Asam lemah mempunyai pH yang rendah pada awalnya.
2.    pH naik lebih cepat pada awalnya, tetapi kurang cepat saat mendekati titik ekivalen.
3.    pH titik ekivalen tidak tepat 7
pH yang dihasilkan oleh titrasi asam lemah dan asam kuat lebih dari 7. Pada titrasi asam lemah dan basa kuat, pH akan berubah agak cepat pada awalnya, naik sedikit demi sedikit sampai mendekati titik ekivalen. Kenaikan sedikit demi sedikit ini adalah karena larutan buffer (penyangga) yang dihasilkan oleh penambahan basa kuat. Sifat penyangga ini mempertahankan pH sampai basa yang ditambahkan berlebihan. Dan kemudian pH naik lebih cepat saat titik ekivalen.
Kurva Titrasi Asam Kuat dan Basa Lemah
Inilah kurva titrasi yang dihasilkan ketika asam kuat dititrasi dengan basa lemah:
kurva titrasi asam kuat basa lemah

Kurva titrasi asam kuat dan basa lemah di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.      Asam kuat mempunyai pH yang rendahi pada awalnya.
2.      pH naik perlahan saat permulaan, namun cepat saat mendekati titik ekivalen.
3.      pH titik ekivalen tidak tepat 7.
Titik ekivalen untuk asam kuat dan basa lemah mempunyai pH kurang dari 7.
Kurva Titrasi Asam Lemah dan Basa Lemah
Kurva titrasi asam lemah dan basa lemah adalah sebagai berikut:
kurva titrasi asam lemah basa lemah
Asam lemah dan basa lemah pada gambar di atas tidak menghasilkan kurva yang tajam, bahkan seperti tidak beraturan. Dalam kurva titrasi asam lemah dan basa lemah, ada sebuah titik infleksi yang hampir serupa dengan titik ekivalen.



E.      PEMAHAMAN METODE MOHR, FAJANS, VOLKHARD, LEIBIG, DENIGES, KOLTOHFF
1)         Metode Mohr
Titrasi Mohr terbatas untuk larutan dengan nilai pH antara 6 – 10. Dalam larutan yang lebih basa perak oksida akan mengendap. Dalam larutan asam konsentrasi ion kromat akan sangat dikurangi, karena HCrO4 hanya terionisasi sedikit sekali. Lagi pula hidrogen kromat berada dalam kesetimbangan dengan dikromat :
2H+ + 2CrO42- 2HCrO4 Cr2O72- + H2O
Mengecilnya konsentrasi ion kromat akan menyebabkan perlunya menambah ion perak dengan sangat berlebih untuk mengendapkan perak kromat, dan karenanya menimbulkan galat yang besar. Pada umumnya garam dikromat cukup dapat larut.
Metode Mohr dapat juga diterapkan untuk titrasi ion bromida dengan perak, dan juga ion sianida dalam larutan yang sedikit agak basa. Efek adsorpsi menyebabkan titrasi ion iodida dan tiosianat tidak layak. Perak tak dapat dititrasi langsung dengan ion klorida, dengan menggunakan indikator kromat. Endapan perak kromat yang telah ada sejak awal, pada titik kesetaraan melarut kembali dengan lambat. Tetapi, orang dapat menambahkan larutan klorida standar secara berlebih, dan kemudian menitrasi balik, dengan menggunakan indikator kromat.
Konsentrasi ion klorida dalam suatu larutan dapat ditentukan dengan cara titrasi dengan larutan standar perak nitrat. Endapan putih perak klorida akan terbentuk selama proses titrasi berlangsung dan digunakan indikator larutan kalium kromat encer. Setelah semua ion klorida mengendap maka kelebihan ion Ag+ pada saat titik akhir titrasi dicapai akan bereaksi dengan indikator membentuk endapan coklat kemerahan Ag2CrO4. Prosedur ini disebut sebagai titrasi argentometri dengan metode Mohr.
Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:

Ag+(aq)  + Cl-(aq) -> AgCl(s) (endapan putih)
Ag+(aq)  +  CrO42-(aq) -> Ag2CrO4(s) (coklat kemerahan)
Yang perlu diperhatikan dalam melakukan titrasi dengan metode Mohr adalah titrasi dilakukan dengan kondisi larutan berada pada pH dengan kisaran 7-10 disebabkan ion kromat adalah basa konjugasi dari asam kromat. Oleh sebab itu jika pH dibawah 7 maka ion kromat akan terprotonasi sehingga asam kromat akan mendominasi di dalam larutan akibatnya dalam larutan yang bersifat sangat asam konsentrasi ion kromat akan terlalu kecil untuk memungkinkan terjadinya endapan Ag2CrO4 sehingga hal ini akan berakibat pada sulitnya pendeteksian titik akhir titrasi. Pada pH diatas 10 maka endapan AgOH yang berwarna kecoklatan akan terbentuk sehingga hal ini akan menghalangi pengamatan titik akhir titrasi.
Analit yang bersifat asam dapat ditambahkan kalsium karbonat agar pH nya berada pada kisaran pH tersebut atau dapat juga dilakukan dengan menjenuhkan analit dengan menggunakan padatan natrium hydrogen karbonat.
2)        Metode Volhard
Titrasi Ag dengan NH4CNS dengan garam Fe(III) sebagai indikator adalah contoh metode Volhard, yaitu pembentukan zat berwarna di dalam larutan. Selama titrasi, Ag(CNS) terbentuk sedangkan titik akhir tercapai bila NH4CNS yang berlebih bereaksi dengan Fe(III) membentuk warna merah gelap (FeCNS)++. Jumlah thiosianat yang menghasilkan warna harus sangat kecil. Jadi kesalahan pada titik akhir harus sangat kecil, dengan cara mengocok larutan dengan kuat pada titik akhir tercapai, agar Ag yang teradsorpsi pada endapan dapat didesorpsi. Pada metode Volhard untuk menentukan ion klorida, suasana haruslah asam karena pada suasana basa Fe3+ akan terhidrolisis. AgNO3 yang ditambahkan berlebih ke larutan klorida tentunya tidak bereaksi. Larutan Ag tersebut kemudian di titrasi balik dengan menggunakan Fe(III) sebagai indikator, tetapi cara ini menghasilkan suatu kesalahan karena AgCNS kurang larut dibandingkan AgCl. Sehingga : AgCl + CNS- AgCNS + Cl-
Akibatnya lebih banyak NH4CNS diperlukan sehingga kandungan Cl- seakan-akan lebih rendah. Kesalahan ini dapat dikurangi dengan mengeluarkan endapan AgCl sebelum titrasi balik berlangsung atau menambahkan sedikit nitrobenzen, sehingga melindungi AgCl dari reaksi dengan thiosianat tetapi nitrobenzen akan memperlambat reaksi. Hal ini dapat dihindari jika Fe(NO3)3 dan sedikit NH4CNS yang diketahui ditambahkan dulu ke larutan bersama-sama HNO3, kemudian campuran tersebut dititrasi dengan AgNO3 sampai warna merah hilang
Metode Volhard menggunakan NH4SCN atau KSCN sebagai titrant, dan larutan Fe3+ sebagai indikator. Sampai dengan titik ekivalen harus terjadi reaksi antara titrant dan Ag, membentuk endapan putih.
Ag+(aq) + SCN-(aq) AgSCN(s) (putih)
Sedikit kelebihan titrant kemudian bereaksi dengan indikator, membentuk ion kompleks yang sangat kuat warnanya (merah)
SCN-(aq) + Fe3+(aq) FeSCN2+(aq)
Yang larut dan mewarnai larutan yang semula tidak berwarna. Karena titrantnya SCN- dan reaksinya berlangsung dengan Ag+, maka dengan cara Volhard, titrasi langsung hanya dapat digunakan untuk penentuan Ag+ dan SCN- sedang untuk anion-anion lain harus ditempuh cara titrasi kembali: pada larutan X- ditambahkan Ag+ berlebih yang diketahui pasti jumlah seluruhnya, lalu dititrasi untuk menentukan kelebihan Ag+. Maka titrant selain bereaksi dengan Ag+ tersebut, mungkin bereaksi pula dengan endapan AgX:
Ag+(aq) (berlebih) + X- (aq) AgX(s)
Ag+(aq) (kelebihan) + SCN- (aq) (titrant) AgSCN(s)
SCN-(aq) + AgX (s) X-(aq) + AgSCN(aq)
Bila hal ini terjadi, tentu saja terdapat kelebihan titrant yang bereaksi dan juga titik akhirnya melemah (warna berkurang).
Konsentrasi indikator dalam titrasi Volhard juga tidak boleh sembarang, karena titrant bereaksi dengan titrat maupun dengan indikator, sehingga kedua reaksi itu saling mempengaruhi.
Penerapan terpenting cara Volhard ialah untuk penentuan secara tidak langsung ion-ion halogenida: perak nitrat standar berlebih yang diketahui jumlahnya ditambahkan sebagai contoh, dan kelebihannya ditentukan dengan titrasi kembali dengan tiosianat baku. Keadaan larutan yang harus asam sebagai syarat titrasi Volhard merupakan keuntungan dibandingkan dengan cara-cara lain penentuan ion halogenida karena ion-ion karbonat, oksalat, dan arsenat tidak mengganggu sebab garamnya larut dalam keadaan asam.
3)        Metode Fajans
Metode ini dipakai untuk penetapan kadar halida dengan menggunakan indikator adsobsi. Jika AgNO3 ditambahkan ke NaCl yang mengandung zat berpendar fluor, titik akhir ditentukan dengan berubahnya warna dari kuning menjadi merah jingga. Jika didiamkan, tampak endapan berwarna, sedangkan larutan tidak berwarna disebabkan adanya adsobsi indikator pada endapan AgCl. Warna zat yang terbentuk dapat berubah akibat adsorpsi pada permukaan.
Endapan perak klorida (AgCl) yang terbentuk dari larutan perak nitrat dan natrium klorida dapat digunakan dalam menentukan titik akhir dalam titrasi volumetrik. Titik akhir tersebut ditandai dengan habisnya semua klorida diendapkan menjadi perak klorida. Reaksi tersebut merupakan suatu reaksi pengendapan yang dapat dimanfaatkan dalam penetapan kadar secara volumetrik. Penetapan kadar dari suatu obat yang mengandung natrium bromida atau kalium iodida dapat dilakukan dengan argentometri dan juga dapat dilakukan untuk menetapkan kadar ion-ion halida.
Dalam titrasi yang melibatkan garam perak, terdapat tiga indikator yang telah dipercaya selama bertahun-tahun. Ketiga metode ini akan diterangkan, yaitu: metode Fajans, Metode Mohr, dan Metode Volhard. Namun, yang akan di jelaskan secara khusus mengenai metode Fajans
Metode Fajans yaitu : Senyawa organik yang berwarna digunakan untuk mengadsorpsi pada permukaan suatu endapan sehingga mengubah struktur organiknya dan warna tersebut masih memungkinkan untuk mengubah diri menjadi lebih tua lagi sehingga sering digunakan sebagai pendeteksi titik akhir titrasi pada endapan perak disebut sebagai indikator adsorpsi (Underwood, 1999).
Ditemukan fakta bahwa fluoresein tersubstitusi dapat bertindak sebagai indikator untuk titrasi perak dengan memanfaatkan kelebihan elektron/ion pada klorida jika perak nitrat ditambahkan kedalam larutan natrium klorida. Ion-ion klorida ini dikatakan membentuk lapisan teradsorpsi primer dan dengan demikian menyebabkan partikel koloidal perak klorida itu bermuatan negatif. Partikel negatif ini kemudian cenderung menarik ion-ion positif dari dalam larutan untuk membentuk lapisan adsorpsi skunder yang terikat lebih longgar. Jika perak nitrat terus-menerus ditambahkan sampai ion peraknya berlebih, ion-ion inilah akan menggantikan ion klorida dalam lapisan primer. Maka partikel-partikel menjadi bermuatan positif, dan anion adalam larutan ditarik untuk membentuk lapisan skunder (Underwood, 1999).
Metode Fajans menggunakan indicator senyawa organic yang dapat diserap pada permukaan endapan yang terbentuk selama titrasi argentometri berlangsung. Indicator yang biasa digunakan yaitu indicator adsorbs diiododimetilfluoresen dan fluoresen AgNO3 juga distandarisasi dengan NaCl dengan menggunakan indicator fluorescein. Metode ini disebut dengan metode Fajans. Metode ini menggunakan adsorbsi yaitu merupakan zat yang dapat diserap pada permukaan endapan sehingga dapat menimbulkan warna.
Pada metode fajans, dapat digunakan untuk menetapkan kadar halide dengan menggunakan indicator adsorbs. Jika AgNO3 ditambahkan ke NaCl yang mengandung zat berpendar fluor (ditambahkan indicator fluorescein), titik akhir ditentukan dengan berubahnya warna dari kuning menjadi merah jingga dengan endapan berwarna merah muda. Pada saat itulah tercapai titik ekivalen. Reaksi yang terjadi adalah :
AgNO3(aq) + NaCl(aq) AgCl + NaNO3(aq)
Endapan berwarna merah muda dengan endapan berwarna orange disebabkan karena pengaruh warna fluorescein dan adanya adsorbs indicator pada endapan AgCl. Wana zat yang terbentuk dapat berubah akibat adsorbs pada permukaan.
Penggunaan Indikator Adsorbsi (Cara Fajans)Adsorbsi dari sebuah komponen organic berwarna pada permukaan sebuah endapan dapat menyebabkan pergeseran elektronik dalam molekul yang mengubah warnanya. Fenomena ini dapat dipergunakan untuk mendeteksi titik akhir titrasi pengendapan garam-garam perak. Sementara senyawa yang dipergunakan untuk hal seperti ini sebagai indicator adsorbs.
Mekanisme yang berlaku bagi indicator-indikator semacam ini dijelaskan oleh Fajans sebagai berikut : Dalam titrasi Cl- dengan Ag+, sebelum titik ekivalen partikel-partikel koloid dari AgCl bermuatan negatif, akibat adsorpsi ion Cl- dari larutan :
(AgCl). Cl- M+
Lapisan Ωlapisan korida Primer sekunder berlebih Ion-ion Cl- yang teradsorpsi membentuk lapisan primer, yaitu mengakibatkan partikel-partikel koloid bermuatan negatif. Partikel-partikel ini menarik ion-ion positif dari larutan untuk membentuk sebuah lapisan sekunder yang lebih longgar keadaannya.
Di atas titik ekivalen, kelebihan ion Ag+ menggantikan ion-ion Cl- dari lapisan primer dan partikel-partikelnya menjadi bermuatan positif :
(AgCl). Ag+ X-
Lapisan Ωlapisan perak Primer sekunder berlebih
Anion-anion dalam larutan tertarik untuk membentuk lapisan sekunder.
Fluorosein adalah sebuah asam organic lemak, yang bisa kita sebut dengan HFI ketika fluoresein ditambahkan ke dalam botol titrasi. Anion FI- tidak diadsorpsi oleh koloid perak klorida selam ion-ion klorida berlebih. Bagaimanapun juga, ketika ion-ion perak berlebih, ion-ion FI- dapat tertaik ke permukaan partikel-partikel yang bermuatan positif.
(AgCl). Ag+ FI-
Agregat yang dihasilkannya berwarna merah jambu dan warna ini cukup kuat untuk menjadi indicator visual. Sejumlah factor harus dipertimbangan dalam memilih sebuah indicator adsorpsi yang cocok untuk titrasi pengendapan. Factor-faktor ini dirangkum sebagai berikut:
1)         AgCl seharusnya tidak diperkenankan untuk mengental menjadi partikel-partikel besar pada titik ekivalen mengingat hal ini akan menurun secara drastic permukaan yang tersedia untuk adsorpsi dari indicator. Sebuah koloid pelindung seperti dekstrin harus ditambahkan untuk menjaga endapan tersebut luas. Dengan kehaditan dekstrin perubahan warna dapat mentitrasi ulang dengan sebuah larutan klorida standar.
2)        Adsorpsi dari indicator seharusnya dimulai sejak sebelum titik ekivalen dan meningkat secara cepat pada titik ekivalen. Beberapa indicator yang tidak cocok teradsorpsi secara kuat. Indicator tersebut sebenarnya menggantikan ion utama yang diadsorpsi jauh sebelum titik ekivalen tersebut dicapai.
3)        PH dari media titrasi harus dikontrol untuk menjamin sebuah konsentrasi ion dari indicator asam lemah atau basa lemah tersedia cukup. Fluorosein sebagai contoh mempunyai Ka sekitar 10-7 dan dalam larutan-larutan yang lebih asam dari PH 7 konsentrasi ion-ion FI- sangat kecil sehingga tidak ada perubahan warna yang dapat diamati. Fluorosein mempunyai Ka sekitar 10-4 dan dapat digunakan pada skala PH 4-10
4)        Amat disarankan bahwa ion indicator bermuatan berlawanan dengan ion yang ditambahkan sebagai titran. Adsorpsi dari indicator kemudian tidak akan terjadi sampai ada kelebihan titran. Untuk titrasi perak dengan klorida, metal ungu garam klorida dari sebuah basa organic, dapat dipergunakan. Kation tidak diadsorpsi sampai kelebihan ion-ion klorida yang hadir berlebih dan koloid bermuatan negatif. Adalah mungkin untuk menggunakan dikorofluorosein dalam kasus ini, namun indicator seharusnya ditambahkan sesaat sebelum titik ekivalen.

0 komentar:

Posting Komentar