TUGAS INDIVIDU
Kimia Analisa Farmasi
“Titrasi Pengendapan”
OLEH :
NAMA : ANDI RASDIYANAH
NIM : 70100112059
KELAS : FARMASI
B
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2013
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum
Warahmatullahi Wabarakatuh
Pertama-tama
penulis panjatkan puji dan rasa syukur kepada Allah SWT yang dengan limpahan
kasih sayang serta rahmat-Nya lah sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul “Titrasi Pengendapan” ini dengan semaksimal mungkin.
Makalah ini berisi pokok-pokok atau garis besar
materi dalam perkuliahan mata kuliah “Kimia Analisis Farmasi” yaitu “Titrasi
Pengendapan” dimana mencakup Argentometri, Merkurimetri, Indikator Titrasi
Pengendapan, Kurva Titrasi dan Pemahaman Metode Mohr, Fajans, Volkhard, Leibig,
Deniges, Koltohff. Memuat tentang pengertian dari masing-masing pokok bahasan
di atas dengan penjelasan singkat.
Ucapan terimakasih penulis haturkan kepada dosen
kimia analisis farmasi. Beliau yang telah memberikan arahan-arahannya serta
pembibingannya kepada penulis dan teman-teman dalam perkuliahan untuk memahami
materi ini lebih dalam lagi. Seperti kata pepatah tak ada gading yang tak
retak, maka begitu pula dengan makalah ini masih begitu jauh dari kesempurnaan,
maka dari itu, penulis sangat mengharapkan adanya kritikan sehingga makalh
selanjutnya dapat dimaksimalkan lagi.
Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh…
Makassar,
12 April 2013
Penulis
TITRASI PENGENDAPAN
A. ARGENTOMETRI
Argentometri
adalah suatu proses titrasi yang menggunakan garam argentum nitrat (AgNO3)
sebagai larutan standard. Dalam titrasi argentometri, larutan AgNO3
digunakan untuk menetapkan garam-garam halogen dan sianida karena kedua jenis
garam ini dengan ion Ag+ dari garam standard AgNO3 dapat
memebentuk suatu endapan atau suatu senyawa kompleks sesuai dengan persamaan
reaksi berikut ini :
NaX + Ag+ Û AgX + Na+ ( X = halida )
KCN + Ag+ Û AgCN + K+
KCN +
AgCN Û
K{Ag(CN)2}
Argentometri
termasuk salah satu cara analisis kuantitatif dengan sistem pengendapan. Cara
analisis ini biasanya dipergunakan untuk menentukan ion-ion halogen, ion perak,
ion tiosianat serta ion-ion lainnya yang dapat diendapkan oleh larutan
standardnya.
Tujuan dari
percobaan argentometri adalah untuk menentukan konsentrasi suatu sampel dengan
cara titrasi pengendapan metode argentometri berdasarkan cara Mohr, Fajans dan
volhard. Namun pada praktikum yg saya lakukan baru pada uji argentometri
berdasarkan mohr. Percobaan ini berdasarkan pada reaksi pengendapan zatyang
cepat mencapai kesetimbangan pada setiap penambahan titran.
Titrasi
argentometri terbagi menjadi beberapa metode penetapan disesuaikan dengan
indikator yang diperlukan dalam penetapan kadar yaitu :
1. Metode Mohr
Atau nama
lainnya metode dengan pembentukan
endapan berwarna. Dalam cara ini, ke
dalam larutan yang dititrasi ditambahkan sedikit larutan kalium kromat (K2CrO4)
sebagai indikator. Pada akhir titrasi, ion kromat akan bereaksi dengan
kelebihan ion perak membentuk endapan berwarna merah dari perak kromat, dengan
reaksi :
CrO42- +
2Ag+ Û
Ag2CrO4
Konsentrasi
ion klorida dalam suatu larutan dapat ditentukan dengan cara titrasi dengan
larutan standart perak nitrat. Endapan putih perak klorida akan terbentuk
selama proses titrasi berlangsung dan digunakan indicator larutan kalium kromat
encer. Setelah semua ion klorida mengendap maka kelebihan ion Ag+ pada saat
titik akhir titrasi dicapai akan bereaksi dengan indicator membentuk endapan
coklat kemerahan Ag2CrO4 (lihat gambar). Prosedur ini disebut sebagai titrasi
argentometri dengan metode Mohr.
Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
Ag+(aq) + Cl-(aq) -> AgCl(s) (endapan putih)
Ag+(aq) + CrO42-(aq) -> Ag2CrO4(s) (coklat kemerahan)
2. Metode Volhard
Atau nama lainnya metode dengan cara pembentukan ion
kompleks berwarna. Dalam cara ini,
larutan standard perak nitrat ditambahkan secara berlebih ke dalam larutan
analit, kemudian kelebihan ion perak dititrasi dengan larutan standard amonium
atau kalium tiosianat dengan menambahkan
ion feri (Fe3+) sebagai indikator. Pada akhir titrasi, ion
feri akan bereaksi dengan kelebihan ion tiosianat memebentuk ion kompleks
{Fe(SCN)6}3- yang berwarna coklat.
X + Ag+ Û AgX
+ Ag+ sisa
Ag+ sisa +
SCN- Û
AgSCN
Fe3+
+ 6 SCN- Û {Fe(SCN)6}3-
3. Metode Fajans
Atau nama lainnya metode dengan
menggunakan indikator adsorpsi (metode Fajans). Titik akhit titrasi dalam titrasi dengan cara ini ditandai dengan
berubahnya warna endapan AgX sebagai akibat dari adanya adsorpsi endapan AgX
terhadap pereaksi pewarna yang ditambahkan. Indikator yang sering digunakan
adalah fluorescein dan eosin.
Indikator adsorbsi merupakan pewarna,
seperti diklorofluorescein yang berada dalam keadaan bermuatan negative dalam
larutan titrasi akan teradsorbsi sebagai counter ion pada permukaan endapan
yang bermuatan positif. Dengan terserapnya ini maka warna indicator akan
berubah dimana warna diklorofluorescein menjadi berwarna merah muda.
Beberapa reaksi pengendapan berlangsung lambat dan
mengalami keadaan lewat jenuh. Tidak seperti gravimetri, titrasi pengendapan
tidak dapat menunggu sampai pengendapan berlangsung sempurna. Hal yang penting
juga adalah hasil kali kelarutan harus cukup kecil sehingga pengendapan
bersifat kuantitatif dalam batas kesalahan eksperimen. Reaksi samping tidak
boleh terjadi demikian juga kopresipitasi. Keterbatasan pemakaian cara ini
disebabkan sedikit sekali indikator yang sesuai. Semua jenis reaksi
diklasifikasi berdasarkan tipe indikator yang digunakan untuk melihat titik
akhir.
B. MERKURIMETRI
+ 2 Hg (berlaku untuk halida lain)
Jika ion halida
dititrasi dengan merkuri nitrat, pd TE tidak ada [] karena selama titrasi terbentuk
endapan Hg, namun setelah TE terjadi
kenaikan [] yang segera bereaksi dengan
indikator membentuk kompleks Hg-Indikator; mis. indikator nitroprusid membentuk
endapan putih, indicator difenilkarbazid atau difenilkarbazon dlm asam
membentuk warna ungu intensif. Diperlukan koreksi dengan titrasi blanko :
0,17 ml Hg(NO3)2 0,1 N untuk 50 ml HgCl2 0,05 N.
Volume titrasi
blanko bervariasi sesuai besarnya [HgCl2]TE karena [] berlebih akan beraksi dengan Hg :
Hg
+ 2 Hg.
C. INDIKATOR TITRASI PENGENDAPAN
Titrasi merupakan analisa jenis volumetri, yang mana
suatu sampel yang akan diketahui konsentrasinya direaksikan dengan suatu bahan
lain yang diketahui jumlah Molaritas (M) atau Normalitas (N) zat itu dengan
tepat. Bahan tersebut umumnya berupa larutan, yang komposisi dan konsentrasinya
telah diketahui dengan teliti dan tepat, larutan ini dinamakan dengan larutan
baku. Bila yang terkandungnya memiliki kemurnian yang tinggi, stabil,
penanganannya mudah, maka disebut sebagai bahan baku primer. Larutan baku ini
ditambahkan dari buret (titrant) sedikit demi sedikit ke larutan erlenmayer
(titrat), sampai jumlah za-zat yang direaksikan tepat menjadi ekivalen satu
sama lain.
Dalam titrasi diperlukan suatu penunjuk titik
akhir yang biasa disebut dengan istilah Indikator. Indikator adalah senyawa
organik (umumnya) atau anorganik yang digunakan dalam titrasi untuk menentukan
dan menunjukkan titik akhir suatu titrasi. Dalam pemakaiannya, indikator ada
memberikan warna pada larutan misalnya pada Kompleksometri atau juga berupa suatu
endapan ini pada titrasi Argentometri.
Dalam titrasi ada pula yang tidak memerlukan
indikator sebagai penunjuk titik akhir titrasi, hal ini memungkinkan karena zat
asalnya yang berwarna dan memiliki perbedaan warna pada awal titrasi dengan
warna akhir titrasi yang cukup kontras dan mencolok, sebagai contoh pada
titrasi Permanganometri yang memiliki larutan titer yang berwarna ungu dengan
warna merah muda pucat pada titik akhir titrasi. Istilah yang sering digunakan
adalah Autoindikator.
Bila suatu indikator dalam suatu titrasi kita
pergunakan untuk menunjukkan titik akhir titrasi, maka :
1. Indikator harus berubah warna tepat pada saat
titrant menjadi ekivalen dengan titrat agar tidak terjadi kesalahan titrasi
(yakni selisih antara titik akhir dan titik ekivalen). Untuk memenuhinya maka
trayek indikator harus mencakup pH larutan pada titik ekivalen, atau sangat
mendekatinya.
2. Perubahan warna harus terjadi dengan mendadak,
agar tidak ada keragu-raguan tentang kapan titrasi harus dihentikan. Untuk
memenuhinya maka trayek indikator harus memotong bagian yang sangat curam dari
kurva titrasi.
Pembagian Indikator dalam titrasi :
1.
Indikator
Asam Basa (Acid Base Indicators).
Titrasi yang menggunakan indikator ini adalah titrasi Asidimetri dan
alkalimetri.
2.
Indikator
Pengendapan dan Adsorpsi.
Titrasi yang menggunakan indikator ini adalah titrasi presipitimetri
seperti pada Argentometri.
3.
Auto
indikator.
Titrasi yang menggunakan indikator ini adalah titrasi Iodometri,
Permanganometri, Iodimetri dan Bromatometri.
4.
Indikator
Redoks.
Titrasi yang menggunakan indikator ini adalah titrasi Bromatometri,
Serimetri, dan titrasi K2Cr2O7, Iodimetri dan Iodometri.
5.
Indikator
dalam (Internal Indicator).
Titrasi yang menggunakan indikator ini adalah titrasi Nitrimetri.
6.
Indikator
luar (Eksternal Indicator).
Titrasi yang menggunakan indikator ini adalah titrasi Nitrimetri.
7.
Indikator
Metal (Metalochromatic Indicators).
Titrasi yang menggunakan indikator ini adalah titrasi Kompleksometri
dan Kelatometri.
D. KURVA
TITRASI
Kurva Titrasi Asam Kuat dan Basa Kuat
Inilah contoh kurva titrasi yang
dihasilkan ketika asam kuat (titrat) dititrasi dengan basa kuat (titran).
Titik ekivalen titrasi adalah titik
dimana titran ditambahkan tepat bereaksi dengan seluruh zat yang dititrasi
tanpa adanya titran yang tersisa. Dengan kata lain, pada titik ekivalen jumlah
mol titran setara dengan jumlah mol titrat menurut stoikiometri.
Pada gambar di atas, awalnya pH naik sedikit demi sedikit. Hal ini dikarenakan skala naiknya pH bersifat logaritmik, yang berarti pH 1 mempunyai keasaman 10 kali lipat daripada pH 2. Ingat bahwa log 10 adalah 1. Dengan demikian, konsentrasi ion hidronium pada pH 1 adalah 10 kali lipat konsentrasi ion hidronium pada pH 2. Kemudian naik tajam di dekat titik ekivalen. Pada titik ini, ion hidronium yang tersisa tinggal sedikit, dan hanya membutuhkan sedikit ion hidroksida untuk menaikkan pH.
Pada gambar di atas, awalnya pH naik sedikit demi sedikit. Hal ini dikarenakan skala naiknya pH bersifat logaritmik, yang berarti pH 1 mempunyai keasaman 10 kali lipat daripada pH 2. Ingat bahwa log 10 adalah 1. Dengan demikian, konsentrasi ion hidronium pada pH 1 adalah 10 kali lipat konsentrasi ion hidronium pada pH 2. Kemudian naik tajam di dekat titik ekivalen. Pada titik ini, ion hidronium yang tersisa tinggal sedikit, dan hanya membutuhkan sedikit ion hidroksida untuk menaikkan pH.
Kurva Titrasi Asam Lemah dan Basa Kuat
Inilah kurva titrasi yang dihasilkan
ketika asam lemah dititrasi dengan basa kuat:
Kurva titrasi asam lemah dan basa kuat di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Asam lemah mempunyai pH yang rendah
pada awalnya.
2. pH naik lebih cepat pada awalnya,
tetapi kurang cepat saat mendekati titik ekivalen.
3. pH titik ekivalen tidak tepat 7
pH yang dihasilkan oleh titrasi asam
lemah dan asam kuat lebih dari 7. Pada titrasi asam lemah dan basa kuat, pH
akan berubah agak cepat pada awalnya, naik sedikit demi sedikit sampai
mendekati titik ekivalen. Kenaikan sedikit demi sedikit ini adalah karena
larutan buffer (penyangga) yang dihasilkan oleh penambahan basa kuat.
Sifat penyangga ini mempertahankan pH sampai basa yang ditambahkan berlebihan.
Dan kemudian pH naik lebih cepat saat titik ekivalen.
Kurva Titrasi Asam Kuat dan Basa Lemah
Inilah kurva titrasi yang dihasilkan
ketika asam kuat dititrasi dengan basa lemah:
Kurva titrasi asam kuat dan basa lemah di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Asam kuat mempunyai pH yang rendahi
pada awalnya.
2. pH naik perlahan saat permulaan, namun
cepat saat mendekati titik ekivalen.
3. pH titik ekivalen tidak tepat 7.
Titik
ekivalen untuk asam kuat dan basa lemah mempunyai pH kurang dari 7.
Kurva Titrasi Asam Lemah dan Basa Lemah
Kurva titrasi asam lemah dan basa lemah
adalah sebagai berikut:
Asam
lemah dan basa lemah pada gambar di atas tidak menghasilkan kurva yang tajam,
bahkan seperti tidak beraturan. Dalam kurva titrasi asam lemah dan basa lemah,
ada sebuah titik infleksi yang hampir serupa dengan titik ekivalen.
E.
PEMAHAMAN METODE MOHR, FAJANS, VOLKHARD, LEIBIG,
DENIGES, KOLTOHFF
1)
Metode
Mohr
Titrasi Mohr terbatas untuk larutan dengan nilai pH
antara 6 – 10. Dalam larutan yang lebih basa perak oksida akan mengendap. Dalam
larutan asam konsentrasi ion kromat akan sangat dikurangi, karena HCrO4 hanya
terionisasi sedikit sekali. Lagi pula hidrogen kromat berada dalam
kesetimbangan dengan dikromat :
2H+ + 2CrO42- 2HCrO4 Cr2O72- + H2O
Mengecilnya konsentrasi ion kromat akan menyebabkan perlunya
menambah ion perak dengan sangat berlebih untuk mengendapkan perak kromat, dan
karenanya menimbulkan galat yang besar. Pada umumnya garam dikromat cukup dapat
larut.
Metode Mohr dapat juga diterapkan untuk titrasi ion
bromida dengan perak, dan juga ion sianida dalam larutan yang sedikit agak
basa. Efek adsorpsi menyebabkan titrasi ion iodida dan tiosianat tidak layak.
Perak tak dapat dititrasi langsung dengan ion klorida, dengan menggunakan
indikator kromat. Endapan perak kromat yang telah ada sejak awal, pada titik
kesetaraan melarut kembali dengan lambat. Tetapi, orang dapat menambahkan
larutan klorida standar secara berlebih, dan kemudian menitrasi balik, dengan
menggunakan indikator kromat.
Konsentrasi ion klorida
dalam suatu larutan dapat ditentukan dengan cara titrasi dengan larutan standar
perak nitrat. Endapan putih perak klorida akan terbentuk selama proses titrasi
berlangsung dan digunakan indikator larutan kalium kromat encer. Setelah semua
ion klorida mengendap maka kelebihan ion Ag+ pada saat titik akhir
titrasi dicapai akan bereaksi dengan indikator membentuk endapan coklat
kemerahan Ag2CrO4. Prosedur ini disebut sebagai titrasi
argentometri dengan metode Mohr.
Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
Ag+(aq) + Cl-(aq)
-> AgCl(s) (endapan putih)
Ag+(aq) + CrO42-(aq)
-> Ag2CrO4(s) (coklat kemerahan)
Yang perlu
diperhatikan dalam melakukan titrasi dengan metode Mohr adalah titrasi
dilakukan dengan kondisi larutan berada pada pH dengan kisaran 7-10 disebabkan
ion kromat adalah basa konjugasi dari asam kromat. Oleh sebab itu jika pH
dibawah 7 maka ion kromat akan terprotonasi sehingga asam kromat akan
mendominasi di dalam larutan akibatnya dalam larutan yang bersifat sangat asam
konsentrasi ion kromat akan terlalu kecil untuk memungkinkan terjadinya endapan
Ag2CrO4 sehingga hal ini akan berakibat pada sulitnya
pendeteksian titik akhir titrasi. Pada pH diatas 10 maka endapan AgOH yang
berwarna kecoklatan akan terbentuk sehingga hal ini akan menghalangi pengamatan
titik akhir titrasi.
Analit
yang bersifat asam dapat ditambahkan kalsium karbonat agar pH nya berada pada
kisaran pH tersebut atau dapat juga dilakukan dengan menjenuhkan analit dengan
menggunakan padatan natrium hydrogen karbonat.
2)
Metode
Volhard
Titrasi Ag dengan NH4CNS dengan garam Fe(III) sebagai
indikator adalah contoh metode Volhard, yaitu pembentukan zat berwarna di dalam
larutan. Selama titrasi, Ag(CNS) terbentuk sedangkan titik akhir tercapai bila
NH4CNS yang berlebih bereaksi dengan Fe(III) membentuk warna merah gelap
(FeCNS)++. Jumlah thiosianat yang menghasilkan warna harus sangat kecil. Jadi
kesalahan pada titik akhir harus sangat kecil, dengan cara mengocok larutan
dengan kuat pada titik akhir tercapai, agar Ag yang teradsorpsi pada endapan
dapat didesorpsi. Pada metode Volhard untuk menentukan ion klorida, suasana
haruslah asam karena pada suasana basa Fe3+ akan terhidrolisis. AgNO3 yang
ditambahkan berlebih ke larutan klorida tentunya tidak bereaksi. Larutan Ag
tersebut kemudian di titrasi balik dengan menggunakan Fe(III) sebagai
indikator, tetapi cara ini menghasilkan suatu kesalahan karena AgCNS kurang
larut dibandingkan AgCl. Sehingga : AgCl + CNS- AgCNS + Cl-
Akibatnya lebih banyak NH4CNS diperlukan sehingga kandungan
Cl- seakan-akan lebih rendah. Kesalahan ini dapat dikurangi dengan mengeluarkan
endapan AgCl sebelum titrasi balik berlangsung atau menambahkan sedikit
nitrobenzen, sehingga melindungi AgCl dari reaksi dengan thiosianat tetapi
nitrobenzen akan memperlambat reaksi. Hal ini dapat dihindari jika Fe(NO3)3 dan
sedikit NH4CNS yang diketahui ditambahkan dulu ke larutan bersama-sama HNO3,
kemudian campuran tersebut dititrasi dengan AgNO3 sampai warna merah hilang
Metode Volhard
menggunakan NH4SCN atau KSCN sebagai titrant, dan larutan Fe3+
sebagai indikator. Sampai dengan titik ekivalen harus terjadi reaksi antara
titrant dan Ag, membentuk endapan putih.
Ag+(aq) + SCN-(aq) ↔ AgSCN(s)↓ (putih)
Sedikit
kelebihan titrant kemudian bereaksi dengan indikator, membentuk ion kompleks
yang sangat kuat warnanya (merah)
SCN-(aq) + Fe3+(aq) ↔ FeSCN2+(aq)
Yang larut dan
mewarnai larutan yang semula tidak berwarna. Karena titrantnya SCN-
dan reaksinya berlangsung dengan Ag+, maka dengan cara Volhard,
titrasi langsung hanya dapat digunakan untuk penentuan Ag+ dan SCN-
sedang untuk anion-anion lain harus ditempuh cara titrasi kembali: pada larutan
X- ditambahkan Ag+ berlebih yang diketahui pasti jumlah
seluruhnya, lalu dititrasi untuk menentukan kelebihan Ag+. Maka
titrant selain bereaksi dengan Ag+ tersebut, mungkin bereaksi pula
dengan endapan AgX:
Ag+(aq) (berlebih) + X- (aq)
↔ AgX(s) ↓
Ag+(aq) (kelebihan) + SCN- (aq)
(titrant) ↔ AgSCN(s) ↓
SCN-(aq) + AgX (s) ↔ X-(aq)
+ AgSCN(aq) ↓
Bila hal ini
terjadi, tentu saja terdapat kelebihan titrant yang bereaksi dan juga titik
akhirnya melemah (warna berkurang).
Konsentrasi
indikator dalam titrasi Volhard juga tidak boleh sembarang, karena titrant
bereaksi dengan titrat maupun dengan indikator, sehingga kedua reaksi itu
saling mempengaruhi.
Penerapan
terpenting cara Volhard ialah untuk penentuan secara tidak langsung ion-ion
halogenida: perak nitrat standar berlebih yang diketahui jumlahnya ditambahkan
sebagai contoh, dan kelebihannya ditentukan dengan titrasi kembali dengan
tiosianat baku. Keadaan larutan yang harus asam sebagai syarat titrasi Volhard
merupakan keuntungan dibandingkan dengan cara-cara lain penentuan ion
halogenida karena ion-ion karbonat, oksalat, dan arsenat tidak mengganggu sebab
garamnya larut dalam keadaan asam.
3)
Metode
Fajans
Metode ini dipakai untuk penetapan kadar halida dengan
menggunakan indikator adsobsi. Jika AgNO3 ditambahkan ke NaCl yang mengandung
zat berpendar fluor, titik akhir ditentukan dengan berubahnya warna dari kuning
menjadi merah jingga. Jika didiamkan, tampak endapan berwarna, sedangkan
larutan tidak berwarna disebabkan adanya adsobsi indikator pada endapan AgCl.
Warna zat yang terbentuk dapat berubah akibat adsorpsi pada permukaan.
Endapan
perak klorida (AgCl) yang terbentuk dari larutan perak nitrat dan natrium
klorida dapat digunakan dalam menentukan titik akhir dalam titrasi volumetrik.
Titik akhir tersebut ditandai dengan habisnya semua klorida diendapkan menjadi
perak klorida. Reaksi tersebut merupakan suatu reaksi pengendapan yang dapat
dimanfaatkan dalam penetapan kadar secara volumetrik. Penetapan kadar dari
suatu obat yang mengandung natrium bromida atau kalium iodida dapat dilakukan
dengan argentometri dan juga dapat dilakukan untuk menetapkan kadar ion-ion
halida.
Dalam
titrasi yang melibatkan garam perak, terdapat tiga indikator yang telah
dipercaya selama bertahun-tahun. Ketiga metode ini akan diterangkan, yaitu:
metode Fajans, Metode Mohr, dan Metode Volhard. Namun, yang akan di jelaskan
secara khusus mengenai metode Fajans
Metode
Fajans yaitu : Senyawa organik yang berwarna digunakan untuk mengadsorpsi pada
permukaan suatu endapan sehingga mengubah struktur organiknya dan warna
tersebut masih memungkinkan untuk mengubah diri menjadi lebih tua lagi sehingga
sering digunakan sebagai pendeteksi titik akhir titrasi pada endapan perak disebut
sebagai indikator adsorpsi (Underwood, 1999).
Ditemukan
fakta bahwa fluoresein tersubstitusi dapat bertindak sebagai indikator untuk
titrasi perak dengan memanfaatkan kelebihan elektron/ion pada klorida jika
perak nitrat ditambahkan kedalam larutan natrium klorida. Ion-ion klorida ini
dikatakan membentuk lapisan teradsorpsi primer dan dengan demikian menyebabkan
partikel koloidal perak klorida itu bermuatan negatif. Partikel negatif ini
kemudian cenderung menarik ion-ion positif dari dalam larutan untuk membentuk
lapisan adsorpsi skunder yang terikat lebih longgar. Jika perak nitrat
terus-menerus ditambahkan sampai ion peraknya berlebih, ion-ion inilah akan
menggantikan ion klorida dalam lapisan primer. Maka partikel-partikel menjadi
bermuatan positif, dan anion adalam larutan ditarik untuk membentuk lapisan
skunder (Underwood, 1999).
Metode
Fajans menggunakan indicator senyawa organic yang dapat diserap pada permukaan
endapan yang terbentuk selama titrasi argentometri berlangsung. Indicator yang
biasa digunakan yaitu indicator adsorbs diiododimetilfluoresen dan fluoresen
AgNO3 juga distandarisasi dengan NaCl dengan menggunakan indicator fluorescein.
Metode ini disebut dengan metode Fajans. Metode ini menggunakan adsorbsi yaitu
merupakan zat yang dapat diserap pada permukaan endapan sehingga dapat
menimbulkan warna.
Pada metode
fajans, dapat digunakan untuk menetapkan kadar halide dengan menggunakan
indicator adsorbs. Jika AgNO3 ditambahkan ke NaCl yang mengandung zat berpendar
fluor (ditambahkan indicator fluorescein), titik akhir ditentukan dengan
berubahnya warna dari kuning menjadi merah jingga dengan endapan berwarna merah
muda. Pada saat itulah tercapai titik ekivalen. Reaksi yang terjadi adalah :
AgNO3(aq) + NaCl(aq) AgCl + NaNO3(aq)
Endapan
berwarna merah muda dengan endapan berwarna orange disebabkan karena pengaruh
warna fluorescein dan adanya adsorbs indicator pada endapan AgCl. Wana zat yang
terbentuk dapat berubah akibat adsorbs pada permukaan.
Penggunaan
Indikator Adsorbsi (Cara Fajans)Adsorbsi dari sebuah komponen organic berwarna
pada permukaan sebuah endapan dapat menyebabkan pergeseran elektronik dalam
molekul yang mengubah warnanya. Fenomena ini dapat dipergunakan untuk
mendeteksi titik akhir titrasi pengendapan garam-garam perak. Sementara senyawa
yang dipergunakan untuk hal seperti ini sebagai indicator adsorbs.
Mekanisme yang berlaku bagi indicator-indikator semacam ini dijelaskan oleh Fajans sebagai berikut : Dalam titrasi Cl- dengan Ag+, sebelum titik ekivalen partikel-partikel koloid dari AgCl bermuatan negatif, akibat adsorpsi ion Cl- dari larutan :
Mekanisme yang berlaku bagi indicator-indikator semacam ini dijelaskan oleh Fajans sebagai berikut : Dalam titrasi Cl- dengan Ag+, sebelum titik ekivalen partikel-partikel koloid dari AgCl bermuatan negatif, akibat adsorpsi ion Cl- dari larutan :
(AgCl). Cl- M+
Lapisan
Ωlapisan korida Primer sekunder berlebih Ion-ion Cl- yang teradsorpsi membentuk
lapisan primer, yaitu mengakibatkan partikel-partikel koloid bermuatan negatif.
Partikel-partikel ini menarik ion-ion positif dari larutan untuk membentuk
sebuah lapisan sekunder yang lebih longgar keadaannya.
Di atas titik
ekivalen, kelebihan ion Ag+ menggantikan ion-ion Cl- dari lapisan primer dan
partikel-partikelnya menjadi bermuatan positif :
(AgCl). Ag+ X-
Lapisan
Ωlapisan perak Primer sekunder berlebih
Anion-anion dalam larutan tertarik untuk membentuk lapisan sekunder.
Fluorosein adalah sebuah asam organic lemak, yang bisa kita sebut dengan HFI ketika fluoresein ditambahkan ke dalam botol titrasi. Anion FI- tidak diadsorpsi oleh koloid perak klorida selam ion-ion klorida berlebih. Bagaimanapun juga, ketika ion-ion perak berlebih, ion-ion FI- dapat tertaik ke permukaan partikel-partikel yang bermuatan positif.
(AgCl). Ag+ FI-
Anion-anion dalam larutan tertarik untuk membentuk lapisan sekunder.
Fluorosein adalah sebuah asam organic lemak, yang bisa kita sebut dengan HFI ketika fluoresein ditambahkan ke dalam botol titrasi. Anion FI- tidak diadsorpsi oleh koloid perak klorida selam ion-ion klorida berlebih. Bagaimanapun juga, ketika ion-ion perak berlebih, ion-ion FI- dapat tertaik ke permukaan partikel-partikel yang bermuatan positif.
(AgCl). Ag+ FI-
Agregat
yang dihasilkannya berwarna merah jambu dan warna ini cukup kuat untuk menjadi
indicator visual. Sejumlah factor harus dipertimbangan dalam memilih sebuah
indicator adsorpsi yang cocok untuk titrasi pengendapan. Factor-faktor ini
dirangkum sebagai berikut:
1)
AgCl seharusnya tidak diperkenankan untuk
mengental menjadi partikel-partikel besar pada titik ekivalen mengingat hal ini
akan menurun secara drastic permukaan yang tersedia untuk adsorpsi dari
indicator. Sebuah koloid pelindung seperti dekstrin harus ditambahkan untuk
menjaga endapan tersebut luas. Dengan kehaditan dekstrin perubahan warna dapat
mentitrasi ulang dengan sebuah larutan klorida standar.
2)
Adsorpsi dari indicator seharusnya dimulai sejak
sebelum titik ekivalen dan meningkat secara cepat pada titik ekivalen. Beberapa
indicator yang tidak cocok teradsorpsi secara kuat. Indicator tersebut
sebenarnya menggantikan ion utama yang diadsorpsi jauh sebelum titik ekivalen
tersebut dicapai.
3)
PH dari media titrasi harus dikontrol untuk
menjamin sebuah konsentrasi ion dari indicator asam lemah atau basa lemah
tersedia cukup. Fluorosein sebagai contoh mempunyai Ka sekitar 10-7 dan dalam
larutan-larutan yang lebih asam dari PH 7 konsentrasi ion-ion FI- sangat kecil
sehingga tidak ada perubahan warna yang dapat diamati. Fluorosein mempunyai Ka
sekitar 10-4 dan dapat digunakan pada skala PH 4-10
4)
Amat disarankan bahwa ion indicator bermuatan
berlawanan dengan ion yang ditambahkan sebagai titran. Adsorpsi dari indicator
kemudian tidak akan terjadi sampai ada kelebihan titran. Untuk titrasi perak
dengan klorida, metal ungu garam klorida dari sebuah basa organic, dapat
dipergunakan. Kation tidak diadsorpsi sampai kelebihan ion-ion klorida yang
hadir berlebih dan koloid bermuatan negatif. Adalah mungkin untuk menggunakan
dikorofluorosein dalam kasus ini, namun indicator seharusnya ditambahkan sesaat
sebelum titik ekivalen.
0 komentar:
Posting Komentar